
Sang Raja membangun taman ini dimaksudkan untuk memudahkan upacara Pakelem yang biasanya dilakukan di Segara Anak dan dipimpin langsung oleh Raja. Upacara Pakelem atau Meras Danoe dilaksanakan tiap setahun sekali di Segara Anak. Puncak dari acara ini adalah melarung benda-benda yang terbuat dari emas, hewan-hewan air seperti udang, ikan atau penyu yang telah diberi kalimat atau huruf magis. Tujuannya tidak lain untuk memohon kepada Dewa untuk limpahan kebahagiaan, kesejahteraan dan doa untuk sang Raja yang sedang memerintah. Berhubung usia dan kondisi Raja tidak memungkinkan melakukan upacara di Segara Anak, maka terciptalah taman ini, akan tetapi tempat ini hanya untuk pelaksanaan upacara saja sedangkan larung saji tetap diadakan di Segara Anak yang dilakukan oleh para pembantunya.
Taman Narmada oleh pemerintah setempat ditetapkan sebagai salah satu benda Cagar Budaya dan dilindungi oleh undang-undang. Kendati sudah ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya, sampai sekarang taman ini masih difungsikan dan dimanfaatkan sebagai sarana kegiatan ritual keagamaan khususnya agama Hindu, terutama pada kelompok bangunan yang dianggap sakral. Sedangkan kelompok bangunan profan (yang tidak disakralkan) pada umumnya dimanfaatkan oleh para wisatawan sebagai sarana rekreasi. Kelompok bangunan yang bersifat sakral, yaitu kelompok bangunan yang ada di sebelah Timur, berupa bangunan pura (Pura Kelasa) dan Kelebutan (tempat mata air "air awet muda"). Sedangkan bangunan yang bersifat profan, berada di sebelah Barat, yaitu Bale Mukedas atau Bale Agung. Bale Agung adalah tempat raja beristirahat sambil melihat-lihat selir-selir raja yang sedang mandi.

source : pribadi, Suaramerdeka, deptan
foto : corbis
0 komentar:
Posting Komentar